Palangka-News.co.id // Palangka Raya – diliris dari media Tribun Kalteng – Satgas penertiban kawasan hutan (PKH) tengah bergerak di Kalteng untuk menertibkan kebun sawit milik perusahaan yang masuk ke dalam kawasan hutan.
Baru-baru ini Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyita lahan sawit di Kotawaringin Timur milik PT Globalindo Alam Perkasa seluas 12.069,39 hektare, pada Selasa (18/3/2025)
Sebelumnya, satgas PKH juga menyita lahan sawit seluas 3.798 hektare, milik perusahaan perkebunan sawit PT Agro Bukit di Kotawaringin Timur.
Saat dimintai keterangan terkait penertiban perusahaan-perusahaan tersebut, Menhut RI, Raja Juli Antoni, menyerahkan penertiban kepada Satgas PKH.
“Nanti minta (keterangan, red) ke satgas saja, ke Pak Jampidsus,” ujarnya usai peresmian sekolah orang utan di Nyaru Menteng, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), Kamis (20/3/2025).
Raja Antoni menegaskan, ke depan Kemenhut RI beserta jajaran dan instansi terkait, akan terus bekerja agar tak ada lagi perusahaan yang beraktivitas di dalam kawasan hutan.
Selain itu, dia juga berjanji, perusahaan-perusahaan yang tak berizin dan merambah kawasan hutan bakal ditindak tegas.
“Kita kerja terus ya, bareng-bareng dengan semua pihak, kita tindak tegas (perusahaan,red) kita tindak tegas,” ungkapnya.
Satgas PKH diprediksi juga mengincar perusahaan lainnya di Kalteng. Berdasarkan surat keputusan (SK) Kemenhut RI Nomor 36 Tahun 2025 tentang perusahaan yang tidak berizin, berproses atau ditolak izinnya di Kemenhut, ada ratusan perusahaan yang beroperasi di Kalteng.
Perusahaan-perusahaan itu di antaranya berasal dari grup Eagle High Plantations, Sinarmas Agro, Goodhope, Best Agro, Bumitama Gunajaya Abadi, Triputra, Musim Mas, Salim Ivomas, Wilmar, Astra Agro, serta Citra Borneo Indah (CBI).
Penertiban kawasan hutan ini, merupakan implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Sebelumnya, Direktur Save Our Borneo (SOB), Habibi mengatakan, proses penyitaan lahan oleh pemerintah ini juga harus menyelesaikan konflik masyarakat dan perusahaan yang terjadi di Kalteng.
Habibi menyebut, masih banyak masyarakat yang menuntut kebun plasma 20 persen. Menurutnya perlu dipastikan perusahaan yang disita lahannya tetap memberikan hak masyarakat.
“Kalau hanya disita kemudian ada semacam plang dipasang, pengelolaannya nanti seperti apa, kalau dari kami penekanannya, harus juga menjadi upaya menyelesaikan konflik di lapangan,” ujar Habibi.
Selain itu, kata Habibi, penertiban lahan sawit ini juga perlu memperhatikan kondisi lingkungan di Kalteng.
Karena, lanjutnya, selama ini kebun-kebun sawit yang masuk ke dalam kawasan itu, memberi dampak buruk untuk kondisi lingkungan di Kalteng.
“Seperti hilangnya tutupan hutan dan daya tampung lingkungan yang menurun akibat perusahaan membuka lahan di kawasan hutan itu,” tutup Habibi.
Pewsrta. : Mangboy
Sumber. : Tribun Kalteng
PT Palangka News jaya mendiri